Tuesday, May 19, 2009

Antologi di April 2002

Silhouette

Hai, Jagat Raya!
Dikemanakan tembang yang selalu melagu setiap senja dan malam itu?
Di mana ia bersama murai atau pipit melantun tari-tarian di antara angin
Lalu ditiupkan ke atap rumah yang selalu bisu
Mengetuk-ngetuk pintu
Menghantarkan tarian senyum buat empunya rumah
(dan wajah muram itu berseri-seri kegirangan jadinya)

Wahai, Siapa lagi bisa ditanya?
Tentang tembang yang tiba-tiba lenyap
Tentang kekasih alam menghilang
Tidak tinggalkan bekas
Bikin rindu bukan kepalang!

Karawang, 23 April 2002


Pia Sayang
: Pia

Pia sayang
Bayang belukar itu tidak seperti kelihatannya
Seperti dicucuk jarum
Melukai serangga-serangga
Yang berteduh di bawahnya

Pia sayang
Pelangi sehabis hujan tidak cuma merah hijau kuning
Ada warna-warna lain terselip di antaranya
Dan kedua ujungnya
Tidak menginjak bumi sama sekali

Pia sayang
Mawar merah atau pun putih sama saja
Pada tangkainya berjejal duri-duri kecil
Menghunus kulit memberi rajam
Menyayat tangan-tangan halus

Pia sayang
Gurun pasir nan tandus itu penuh muslihat
Lantaran ia senang menipu mata
Yang sedang lengah

Karawang, 17 April 2002


Rontok

Daun rontok digulir waktu
Dilambai bumi
Kuburkan bekas langkah
Tapak-tapak beribu balada
Dekap bumi!

Karawang, 15 April 2002


Rindu

Ada apa gerangan dengan engkau, wahai Bintang?
Bikin aku merindu seteguh hati
Enyah ragu enyah segan
Tapi siapa pula yang kurindui?

Adakah tresnaku saat ini perhatikanmu
Lalu kami bertemu pandang di dianmu?
Bilakah justru ia ada di sana di antaramu?
Menatapiku dalam-dalam
(yang mana?)
Ataukah
Rindu ini bukan untuk siapa-siapa?

(dengan melihatmu saja, Bintang
bahanalah rasa itu)

Karawang, 15 April 2002


Aral

Tuhan,
Mari kita bersetuju
Matikan aku lusa
Jadi besok aku bisa bertobat dulu

Wahai malaikat,
Lekas larikan aku ke lain dunia
Di mana tiada perlu ku dihembus angin mewangi bangkai lagi
Dan tak ada setan-setan laknat mengikut bayang berjalan

Mari! Mari!
Kita mati sama-sama
Cepat! Cepat!
Lupakan aku di sini

Karawang, 11 April 2002


Aku

Tak perlu mendikte aku
Bagaimana aku seharusnya:
Mawat yang merah itu tentu segan dipoles warna lain
Sebab tak ada satu pun keburukan musti dikamuflase

Dan pada wajahku ini
Adakah kau lihat bentukan-bentukan topeng
Menutup garis-garis muka?
Ataukah mungkin kau mengira ada kelambu gelap di sana?
Namun jawabmu itu, bagiku masa bodoh!
Aku tahu ke mana arah ini pergi
Seperti lebah setelah menenggak madu nektar menjunjung sarangnya
Pun sepasang merpati akan mendekam di rumah mereka setelah berkawin ria

Jadi biarkan saja
Untuk sementara kaki melangkah bebas:
Angin pun di empat penjuru
Toh bertemu pada satu titik

Karawang, 11 April 2002


Pengasingan

Biru bukan biru di kasat mata
Tawa hadir memaksa di sungging bibir
Cemas tiada dirasa lainnya
Gundah gulana meninju ke dalam dada
Ciptakan sekat dimensi
Seorang diri dalam riungan manusia
Sulam waktu dengan jarum tanpa benang
Ke mana diri cengkrama?
Sebab mereka menjarak depa nurani
Digapai pun menjauh semu
Dan ketika jatuh tersungkur
Cuma harapi angin sedia memapah
Tak bisa pada mereka
Pandangi tajam meludah tuba

Karawang, 4 April 2002

No comments: