Tuesday, May 19, 2009

Antologi di Februari 2002

Jelang Kemarau

Kerajaan langit
Kehabisan telaga-telaga air
Biasa ditungganglanggangkan kepada bumi
Mengecam hampir seluruh gersang:
“Hei, Kerontang! Mampuslah kau!
Tergenanglah kalian dalam kuasaku!”

Sesaat!
Tidak sampai seperempat 12 bulan
Ia menyengat menumpah bara yang sempat disembunyi
Si matahari itu membalas waktunya
Memainkan kembali peran
Tercuri awan kemarin-kemarin
Meraja bentangan langit empat penjuru
Di atas khatulistiwa
Dan tiada terluput bah mana pun juga
Kikis habis!
Nanti wajah bumi akan baru lagi:
“Semoga kembalinya aku bukan tamu bawa derita”

Karawang, 28 Februari 2002



Masih Pada Bulan yang Sama

Meski menapaki berupa-rupa jeda waktu
Melakoni ragam lakon pada tiap tajuk baru
Menggores sedikit nama sendiri di tiap tembok dimensi
(pada gang-gang sempit yang terlewati)
Meninggalkan jejak kaki di atas tanah
Menjajaki segala macam rasa baru
Mengecapnya sebentar sebagian kutelan sebagian kumuntahkan lagi

Pada kisah manapun juga
(entah itu eksotis atau bahkan tidak bermakna sekalipun
Bulan pucat pasi itu
Masih tetap bulan yang sama

Karawang, 20 Februari 2002


Fenomena

Bayu-bayu menggiring berita ke sana ke mari – seperti kemarin
Matahari meringkuk malu di balik awan cemburu – seperti biasanya saja
Air-air turun melumat bumi sebasah mungkin – selalu begitu setiap hari
Akan ada yang hilang lalu yang baru mengganti – seharusnya begitu
Seperti daun gugur esoknya berkuncup lagi kena air – wajar bukan?
Seperti perawan patah hati tak lama lagi berbunga-bunga – rata-rata pada begitu
Tapi bagaimana dengan perawan kehilangan intannya?
Yang cuma satu-satunya
Bahkan bayu-bayu itu, matahari, atau air-air sampai kapan pun tak sanggup mencipta intan baru yang sama berharganya.
Intan itu tetap hilang kapan pun semasa bergulirnya kala

Karawang, 17 Februari 2002


Yang Masih Ada

Masih ada jarum tertinggal
Di balik pembuluh kulit
Menggamit luka
Menusuk-nusuk
Dalam-dalam
Merayapi tiap sel darah
(Sial!)

Karawang, 13 Februari 2002


Halaman Pertama

Terima kasih kepada sang masa
Telah menuang ruang bagiku
Sebagai kanvas lukisan rahasia
Di mana terbiasa kugerak jari-jari
Berkuas memindah kelir warna
Kucampur dengan pukauan desah nafas
Kuikutsertakan tenggelam jiwa di dalamnya

Terima kasih kepada yang kuasa masa
Melampirkan lembar-lembar kosong
Untuk kucoret seribu abstrak karyaku
Bahasa yang milikku cuma
Kuasaku membuket tangkai demi tangkai kisah
Pada setiap jenak waktu
Semauku!

Karawang, 9 Februari 2002

No comments: