Tuesday, May 29, 2012

Published with Blogger-droid v2.0.4

Tuesday, June 9, 2009

Metamorfosa

Ketika akarnya sudah memagut bumi
Tanahnya retak
Dan keseluruhannya tumbang

Tapi masih sempat satu bakal
Dieram langit
Disusui hujan
Dikecup matahari

Esok, esok, dan esok
Tunasnya mengintip dunia
Lalu menjulur melihat segala
Kembali ia siap menumbuh
Lebih besar dari induknya terdahulu
(yang mati dikubur waktu - hilang nyawa)

"Satu cerita baru hendak menjahit luka"

Bandung, 25 Juni 2003

Antologi di Mei 2003

Hitam

I
Kalau meredup pula dian dalam apiku
Bara mana yang harus kucari terus-terus?
Tidak boleh satu titik putih hilang begitu saja
Karena membawakan sesat
Nampak tidak berujung

II
Jika aku terus dalam malam
Aku rindu siang!

III
Ah, lagi-lagi tangis!
Aku benci ketika malam terus-menerus memelukku
Tanpa melepaskan lagi
Nafasku tersengal
Lama-lama habis
Lama-lama berhenti
Lama-lama mati?
: ketuklah pintuku, Siangku
Sekarang juga
Aku menunggu
Sampai sebelum kehabisan hidup

Bengkel Lakon, 31 Mei 2003


Aku Cuma Aku

Aku rindu
Ruang waktuku ketika aku melayang-layang
Bebas rayapi tiap sudut yang aku cita
Mendengan gurau burung di angkasa
Bukan dalam sangkar di beranda rumah

Aku rindu nian
Ruang waktuku ketika aku tanpa lelah berlari-lari
Mengejar kekupu dan angin empat arah
Mengagum bunga-bunga 1001 warna di ladang taman
Bukan dalam pot kembang di beranda rumah

Sungguh aku merindu
Ruang waktuku ketika aku tertawa terbahak
Mengenai lagu jenaka di tiap-tiap gang dan jalan
Bukan yang sekedar bertamu di beranda rumah

Aku rindu
Ruangku dulu; tanpa hitam!
Waktuku dulu; tanpa batas!
Ketika aku cuma aku
Bergerak menjadi aku; bukan orang-orang yang dibenci
Melagu kidung aku; bukan milik orang-orang tak dikenal
Ah, sungguh-sungguh aku rindu!

Bengkel Lakon, 19 Mei 2003


Untitled

Jika dzikir mengejar sidrah
Dia-kah dalam hatiku atau aku di peluk-Nya?
Manakala ia tertahan di batang langit karena nafas dunia memburu nafsu, bagaimana kutiup dzikir mencapai langit Raja?
Agar Dia dalam hatiku
Eh
Atau aku di peluk-Nya?

Bandung, 18 Mei 2003


Untitled

Mungkin kau tak tahu
Atau bahkan tak mau tahu
Bahwa kubuatkan larik-larik sajak malam untukmu
Menari-nari mengerlip di langit
Setiap aku rindu
Setiap aku sunyi
Pilu

Barangkali kau hanya lihat langit siang bolong saja?

Bandung, 4 Mei 2003

Antologi di April 2003

Nyeri

Kusimpan pedihku
Dalam dunia kecilku
Dan tiada peduli seorang pun melihatnya makin puing
Begitu pun ia yang kusebut sang malaikat
Kemarin mungkin cuma pura-pura jadi penolongku
Hari ini pergi ke labuhan baru
Sementara aku makin terasing
Mereka tak mengadakanku!

Masihkah kau, Malaikat, melihatku ada?
Ketika menangis
Tertawa
Terdiam
Dan kau masih saja berpura-pura

Bandung, 26 April 2003


Bait-Bait Bunga Liar

Pada sebuah ladang dilingkung danau:
Aku ialah satu penghuni dari sekian banyak makhluk
Aku setangkai bunga liar tak bernama
Antara rerumpun ilalang
Yang saban petang dinaung satu pohon menjulang
Tinggi
Besar

Aku setangkai bunga liar
Pernah bermimpi jadi pohon besar itu

Jadi akar yang mencengkeram kuat jauh ke dalam tanah
Jadi daun yang kerap bergoyang disenandung angin
Jadi batangnya yang meninggi melebar raksasa
Jadi ranting
Jadi cabang

Tapi di usai bertapaku
Aku terjaga dan masih si setangkai bunga liar
Akarku nyata kecil memeluk tanah sedikit depa
Namun bukan sebab aku lemah
Tidak!
Aku tidak lemah!
Nikmat angin yang menggoyangku
Tidak sama dengan daun yang digoyang pula
Aku menari-nari girang
Ia bertahan keras di ujung ranting - jangan sampai luruh!
Dan tak bisa aku menjadi batang, cabang, atau ranting
Aku si kecil setangkai bunga liar tak berwarna mencolok
Namun bukan sebab aku lemah
Tidak!
Aku tidak lemah!
Karena Illahi Memahat aku sebegini rupa
Ia persembahkan padaku sebuah dunia yang bukan milik pohon
Dan dunia milik pohon bukan rimbaku
Dunia-dunia yang mewarna skenario
Biar warnanya rupa-rupa

Aku setangkai bunga liar tak bernama tak berwarna mencolok
Menari dalam goyangan angin
Bercanda bersama kupu-kupu
Saja

Aku setangkai bunga liar
Dan aku cinta aku yang begini
Karena Dia Menginginkan aku menjadi setangkai bunga liar
Bernama di hadap-Nya
Berwarna di tangan-Nya

Bandung, 21 April 2003

Antologi di Maret 2003

Sepi

Malam memaksaku memandang langit yang sendiri
Marak lampu-lampu kota di ujung pandangan
Mengecohku
(kupikir mengajakku bersenda;
Rupa-rupanya mengejekku yang sunyi)

Lalu gelap melukis kabar
Akan sepi berujung tengah malam nanti
Bukan datangnya gaduh
Tapi kemudian aku tertidur
Dan masih dalam sendiri

Bandung, 8 Maret 2003


Untitled

Harummu mewangi di sudut-sudut kamarku
Kenapa kau tinggalkan sebagian dirimu di sana?
Tidak tahukah bahwa aku sudah menanam bibit mawarku di kebun miliknya
(dan sekarang kuncupnya sudah lahir)
Mana bisa diam-diam aku mencuri satu kuntumnya
Lantas ku simpan di jambangmu?
Ah
Kuharap harummu tidak berpamrih
Sungguh!

Bandung, 3 Maret 2003