Nyeri
Kusimpan pedihku
Dalam dunia kecilku
Dan tiada peduli seorang pun melihatnya makin puing
Begitu pun ia yang kusebut sang malaikat
Kemarin mungkin cuma pura-pura jadi penolongku
Hari ini pergi ke labuhan baru
Sementara aku makin terasing
Mereka tak mengadakanku!
Masihkah kau, Malaikat, melihatku ada?
Ketika menangis
Tertawa
Terdiam
Dan kau masih saja berpura-pura
Bandung, 26 April 2003
Bait-Bait Bunga Liar
Pada sebuah ladang dilingkung danau:
Aku ialah satu penghuni dari sekian banyak makhluk
Aku setangkai bunga liar tak bernama
Antara rerumpun ilalang
Yang saban petang dinaung satu pohon menjulang
Tinggi
Besar
Aku setangkai bunga liar
Pernah bermimpi jadi pohon besar itu
Jadi akar yang mencengkeram kuat jauh ke dalam tanah
Jadi daun yang kerap bergoyang disenandung angin
Jadi batangnya yang meninggi melebar raksasa
Jadi ranting
Jadi cabang
Tapi di usai bertapaku
Aku terjaga dan masih si setangkai bunga liar
Akarku nyata kecil memeluk tanah sedikit depa
Namun bukan sebab aku lemah
Tidak!
Aku tidak lemah!
Nikmat angin yang menggoyangku
Tidak sama dengan daun yang digoyang pula
Aku menari-nari girang
Ia bertahan keras di ujung ranting - jangan sampai luruh!
Dan tak bisa aku menjadi batang, cabang, atau ranting
Aku si kecil setangkai bunga liar tak berwarna mencolok
Namun bukan sebab aku lemah
Tidak!
Aku tidak lemah!
Karena Illahi Memahat aku sebegini rupa
Ia persembahkan padaku sebuah dunia yang bukan milik pohon
Dan dunia milik pohon bukan rimbaku
Dunia-dunia yang mewarna skenario
Biar warnanya rupa-rupa
Aku setangkai bunga liar tak bernama tak berwarna mencolok
Menari dalam goyangan angin
Bercanda bersama kupu-kupu
Saja
Aku setangkai bunga liar
Dan aku cinta aku yang begini
Karena Dia Menginginkan aku menjadi setangkai bunga liar
Bernama di hadap-Nya
Berwarna di tangan-Nya
Bandung, 21 April 2003
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment